Tuesday, October 13, 2009

Misteri Rumah Misterius

Sudah lama Johan penasaran terhadap rumah misterius yang biasa diperbincangkan orang-orang. Rumah yang terletak tidak jauh dari rumahnya. Kata orang-orang, rumah tersebut kosong dan dihuni oleh mahluk halus yang wajahnya rusak. Katanya hantu itu dulu adalah seorang penghuni rumah itu, dan ia mati karena kepalanya terjepit pintu besar di rumahnya saat malam hari. Sejak saat itu, pemilik rumah memang tak pernah keluar. Rumah kosong tersebut memiliki halaman yang begitu luas.

Johan ingin tahu, siapa sebenarnya penghuni rumah yang terletak di bawah lereng jalan utama. Rumah itu seperti berada di dalam lembah yang tidak begitu curam. Dari jalan utama yang biasa Johan lalui, yang terlihat hanyalah atap dari rumah misterius itu. Hampir setiap sore, terlihat ada sebuah mobil sedan putih keluar dari rumah misterius itu sejak beberapa minggu yang lalu. Di malam hari, mobil itu kembali masuk ke dalam rumah tersebut. Beberapa orang telah melihat mobil itu. Tapi anehnya, tidak pernah ada tanda-tanda bahwa rumah tersebut berpenghuni.

Johan semakin penasaran terhadap rumah misterius tersebut. Tetapi tidak seperti orang-orang lain yang beranggapan bahwa rumah itu dihuni mahluk halus, Johan malah beranggapan bahwa rumah itu dihuni oleh seseorang yang misterius. ”Apa mungkin rumah itu dihuni oleh seorang pembuat dan penjual narkoba? Makanya ia jarang menampakkan diri pada warga sekitar karena ia takut ketahuan!” pikir Johan menduga-duga. Begitulah sifat Johan, ia selalu ingin tahu. Johan memang bercita-cita menjadi detektif besok saat ia dewasa.

Suatu hari, Johan benar-benar penasaran kepada rumah misterius itu. Ia pergi mendekat ke rumah tersebut. Pagar besar yang cukup tinggi rumah itu membuka sedikit, seolah tidak terkunci. Johan pun mengendap-endap masuk ke dalamnya. Beberapa langkah dari pagar itu, ada kolam kecil yang benar-benar tak terwat. Di pinggir kolam terdapat bunga-bunga melati yang layu, tetapi sebagian ada pula yang masih segar, sehingga menimbulkan bau aroma melati yang sedikit menakutkan. Lonceng di samping pintu berdenting tenang dihembus angin menambah ketegangan bila seseorang memasuki rumah itu. Begitu pula dengan Johan, ia merasa takut. Ia pun memutuskan untuk pergi meninggalkan rumah itu.

Johan adalah anak yang dikenal cukup pemberani oleh teman-teman dan keluarganya. Ia juga pantang menyerah dan jarang berputus asa. Beberapa hari setelah kejadian itu, Johan kembali penasaran dengan rumah tersebut. Ia pun bertekat untuk kembali memasuki rumah tersebut lebih dalam lagi. Mencari tahu apa yang sebenarnya ada dalam rumah itu. Ia memasuki halaman rumah itu, kemudian meletakkan sebuah layang-layang di halaman belakang rumah itu. Lalu sambil mengendap-endap, ia memasuki rumah itu hingga sampai tepat pada bangunan rumahnya. Pintunya yang terbuat dari kaca itu tertutup. Johan bisa melihat ke dalam rumah melalui tirai putih tipis yang menutupi pintu itu. Dari kaca itu, Johan melihat tampak bayangan besar menuruni anak tangga berjalan ke arah pintu kaca. Sejenak Johan menjadi terkejut dan agak takut.

Saat ia mengambil teropong di tasnya untuk melihat apa sebenarnya bayangan itu, tiba-tiba, ”Hai anak kecil! Kamu siapa?” teriak bayangan itu dengan gaya bicara bukan orang asli Indonesia. ”Apa yang kamu cari di sini?” tanyanya kembali. Sosok seorang laki-laki dewasa bertubuh jangkung, berbadan kekar, berkulit putih cerah sehingga tampak seolah bercahaya menggunakan pakaian yang serba putih keluar dari pintu dan menatap Johan ramah. Orang itu tampak seperti orang asing atau bule. Johan pun berusaha untuk menenangkan dirinya. Orang itu tampak sangat aneh karena bajunya yang putih bersih menempel pada tubuhnya yang putih juga. Tetapi Johan melihat senyuman yang tampak dari mulutnya yang mungil. Ketakutan Johan sedikit berkurang melihat senyuman ramah laki-laki itu.

”Mm.. maaf Mister saya kira rumah ini kosong!” kata Johan gugup. Laki-laki itu mengedipkan matanya, lalu kembali berbicara, ”Kamu belum menjawab pertanyaan saya tadi. Siapa kamu dan apa yang kamu cari di sini?” ”Saya Johan Mister, saya mau mengambil layangan saya yang tersangkut di kebun belakang rumah anda!” jawab Johan sambil menunjuk ke arah belakang.

”Apa itu layangan?” tanya laki-laki itu kebingungan. ”Layangan yaitu nama lain dari layang-layang, mainan untuk anak seusia saya!” jawab Johan yang sudah mulai akrab. ”Maksud kamu ball? Biasanya anak seusia kamu biasa bermain ball. Keponakan saya juga sangat suka memainkannya” tanya laki-laki itu lagi. ”Bukan! Layangan is a.. a.. a kite! Yes, it’s a kite! Jawab Johan bangga karena bisa berbicara Bahasa Inggris pada bule yang baru dikenalnya itu. ”Okay! Ambilah layayang-mu di kebun saya. Lalu setelah itu kembalilah kemari!” katanya lagi kemudian. ”Maksud Mister, layangan?” kata Johan membenarkan. ”Ya! La-yang-an..” kata bule itu. Johan pun pergi untuk mengambil layang-layang yang sudah ia persiapkan tadi saat masuk ke pekarangan rumah itu untuk alasan jika ada orang di rumah itu, dan idenya itu memang tepat sekali. Johan lalu kembali ke rumah itu sambil membawa layang-layang di tangannya.

Laki-laki asing itu lalu mengajak Johan masuk ke dalam rumahnya itu. Ia mengajak Johan untuk duduk bersama di sofa putih yang besar. Johan sangat terkejut melihat isi rumah itu. Ia tidak menyangka, semua barang tertata dengan rapi dan bersih di sana. Laki-laki itu mengulurkan tangannya, lalu berkata, ”Nama saya Michael. Panggil saya Mike, tanpa sebutan Mister! Kamu Johan bukan? Apakah kamu tinggal di dekat sini?” walau logatnya asing, tetapi pria ini cukup lihai berbahasa Indonesia. Johan menjadi kagum padanya. Sekarang rasa takutnya pun telah benar-benar hilang. Johan pun tersenyum. ”Oh, rumah saya di dekat Pompa Bensin di ujung jalan utama, Mike!” jawab Johan. ”Ngomong-ngomong, kenapa anda bisa tau nama saya?” tanya Johan heran. ”Tadi kan kamu sudah memberi tahu saya! Lupa? Wah rumah kamu tidak terlalu jauh ya dari sini! Kenapa layanganmu bisa jatuh di kebun rumah saya? Memang kamu bermain di mana?” tanya Mike menyelidik. Johan hanya tersenyum sedikit, lalu menunduk malu. Ia berpikir, sepertinya Mike tahu kalau Johan sengaja menjatuhkan layangannya di kebun belakang rumahnya.

”Kenapa halaman rumah Mike berantakan?” tanya Johan kemudian. ”Baru tiga minggu saya pindah ke rumah ini, saya belum sempat membereskan halaman. Tetapi saya sudah merapikan isi rumah.” jelas Mike. ”Memangnya, siapa penghuni rumah ini dulu?” tanya Johan untuk mengobati rasa penasarannya. ”Ada seseorang bernama Bapak Ali, ia dan keluarganya pindah ke rumah yang lebih sederhana dari rumah ini. Pak Ali adalah kenalan paman saya.” kata Mike. ”Oh ya, saya tahu Pak Ali. Mengapa ia pindah?” tanya Johan lagi. ”Pak Ali mempunyai masalah hutang yang cukup banyak pada bank. Ia tidak mampu membayarnya. Ia meminta agar paman saya melunasinya, dengan membeli rumah ini, tapi paman saya tidak mempunyai cukup uang. Paman saya lalu menelepon saya dan saya pun membelinya, tapi saat itu saya masih belum di Indonesia. Kejadiannya kurang lebih dua tahun yang lalu.” jelas Mike panjang lebar. Johan kembali bertanya, ”Lalu, kenapa ada isu bahwa rumah ini berhantu karena pemilik rumah ini mati karena kepalanya terjepit pintu besar di rumahnya saat malam hari?” ”Ya mungkin karena Pak Ali dan keluarga tidak berpamit pada penduduk di sini. Ia malu pada penduduk di sini, maka ia pergi di malam hari. Rencananya, minggu depan Pak Ali dan keluarga akan kembali kesini untuk meminta maaf dan berpamitan!” kata Mike. ”Wah, jadi selama ini kami salah ya. Terima kasih ya untuk penjelasannya!” sambung Johan.

Okay. Apa Johan tidak takut saat melihat saya tadi?” tanya Mike lagi sambil tersenyum. ”Sebentar memang ya, karena saya kaget. Tetapi kenapa saya harus takut? Mike orangnya baik dan ramah!” Johan berusaha bersikap ramah untuk menebus kesalahannya masuk pekarangan orang tanpa izin dan karena kecurigaannya selama ini. ”Mungkin karena saya berkulit putih, senang memakai pakaian berwarna putih dan saya orang asing. Banyak anak-anak dan orang dewasa yang meneriaki saya ’Hantu’. Tapi anehnya kamu malah mengatakan kalau saya orang yang baik dan ramah.” kata Mike selanjunya. ”Apa kamu menyukai warna putih, Mike?” tanya Johan. ”Betul sekali!” kata Mike. ”Wah pantas saja semua barang kamu mulai dari pakaian, mobil, cat tembok, dan semua barang kamu berwarna putih!” sambung Johan.

Johan merasa kesal setelah mendengar cerita Mike tentang anak-anak dan orang dewasa yang tega meneriaki Mike ’Hantu’, padahal Mike orangnya sangat baik dan ramah. ”Di sekolah, apakah kamu diajarkan tentang map?” tanya Mike kembali. ”Map? Ehm... Peta maksud Mike? Ya tentu saja saya diajarkan tentang peta di sekolah, tepatnya di pelajaran IPS Geografi! Ada apa?” kata Johan sambil meminum teh hangat yang disediakan Mike untuknya. Mike berkata, ”Tapi kamu pasti belum tahu dimana letak Aberdeen. Di sana I was born and grown up. Letaknya di...” “I know! Aberdeen terletak di Inggris bukan? Tepatnya di Scotlandia! Jadi Mike berasal dari Aberdeen ya. Lalu di Indonesia Mike sekolah atau bekerja?” sambung Johan. “Johan! You’re very smart! Tidak sering ada orang yang sepintar kamu Johan! I teach yoga, here. Saya mengajar dari sore hingga malam hari di sanggar milik my uncle. Maaf, maksud saya milik paman saya. Kamu tahu apa itu yoga, Johan?” tanya Mike. ”Wah... terimakasih atas pujiannya. Tentu saja saya tahu yoga!” jawab Johan bangga. ”Yoga is my brother! J” sambung Johan. Mike kebingungan, tetapi sejenak ia mengerti bahwa Johan sedang bercanda. Mereka pun lalu tertawa bersama-sama. ”Apa kamu memiliki seorang istri atau anak, Mike?” tanya Johan. ”No! Saya belum memiliki istri bahan anak!” jawab Mike. ”Why? Memang berapa usiamu?” tanya Johan kembali. ”I’am 20 years old. Berapa usiamu Johan?” kata Mike. ”Umurku 13 tahun. Wah kamu benar-benar hebat, usia 20 tahun sudah bekerja dan memiliki rumah! Aku bangga padamu, Mike. Mungkin kamu orang yang terhebat yang kukenal.” sahut Johan. ”Thank you verry much, Johan! Itu semua karena di SMP dan SMA, aku mengikuti program acceleration. You know?” jelas Mike. ”Tentu saja aku tahu! Di sekolahku juga ada program tersebut!” jawab Johan. “Mengapa kamu tidak bergabung?” tanya Mike. “Saat itu aku tidak ikut tesnya karena aku sakit.” jawab Johan. ”Wah... kasihan ya kamu!” sahut Mike. “Mike, apa agamamu?” Tanya Johan. “Aku seorang Katholik! Bagaimana dengan kamu sendiri?” jawab Mike. “Wah sama! Apa kamu sudah pernah ke gereja saat kamu tinggal di sini?” Tanya Johan. “Tentu! Aku pergi ke Gereja Santo Antonius. Di mana gerejamu Johan?” tanya Mike. ”Wah... kenapa sama lagi ya? Tapi, aku belum pernah melihatmu di gereja! L” ”Sama!!!” jawab Mike.

Tampaknya Mike dan Johan sama-sama senang dapat berbincang-bincang dan bergurau bersama. Tapi Johan jauh lebih senang, karena mempunyai teman yang bukan berasal dari Indonesia. Mungkin saja Mike juga merasakan hal yang sama dengan Johan. Hari sudah sore. Tiba-tiba handphone Mike berbunyi. Setelah mengangkat telepon, Mike berkata bahwa paman bersama murid-murid yang berlatih yoga telah menunggunya. Johan lalu diminta pulang oleh Mike secara ramah, karena Mike harus pergi. Sambil berjalan keluar, Johan merasa sedih ”Aku tak mungkin bisa masuk ke rumah ini lagi. Akibatnya, aku juga tidak bisa berbincang-bincang kembali dengan Mike, sahabat baru yang kukagumi itu.” gumamnya dalam hati. Namun, ketika hendak keluar dari pagar, Mike berteriak ”Hei Johan! You forget your kite! Come here!” Johan menghampiri Mike kembali. Mike berkata ”Ini layanganmu! Jangan lupa untuk datang kembali ke sini di waktu yang sama, agar kau bisa bertemu denganku. Karena jika pagi hingga tengah hari, aku harus bersih-bersih dan membereskan rumahku, dan sorenya...” ”...harus pergi ke sanggar paman untuk mengajar yoga! Betul kan?” sambung Johan. ”Iya. Tepat sekali! See you, Johan!” kata Mike lagi. ”See you too, Mike! Thank you! Bye!” balas Johan.

Johan segera berlari pulang ke rumahnya. Ia takut orang tuanya telah cemas menunggunya di rumah. Ia akan bercerita kepada orang tua dan semua orang yang dia kenal tentang Michael, orang pemilik rumah yang selama ini mereka anggap misterius. Johan tidak ingin lagi ada orang yang meneriaki Mike ’Hantu’. Johan menyesal karena pernah terhasut omongan orang tentang cerita rumah misterius itu. Ia juga bangga karena telah memecahkan misteri rumah misterius dan karena ia bisa berkenalan dengan seorang asing dan menjadi akrab dengannya.