Friday, May 13, 2011

Menerima Pahitnya Kehidupan

Dalam dunia kita ini, dibuat perbedaan mendasar antara kegembiraan dan kesusahan. Orang cenderung berkata, “Kalau saya gembira, saya tidak mungkin susah, dan kalau saya susah, tidak mungkin saya gembira”. Masyarakat kita sekarang ini melakukan segala usaha untuk tetap memisahkan kesusahan dan kegembiraan. Kesusahan dan sakitnya kehduapn harus dijauhkan dengan bayaran apa pun karena keduanya berlawanan dengan kegembiraan dan sukacita yang ktia inginkan.

Kematian, penyakit, keadaan manusia yang hancur … semua harus disembunyikan dari pandangan kita karena semuanya itu merintangi kegembiraan yang kita cita-citakan. Semuanya itu adalah pengganggu di jalan menuju cita-cita hidup kita.

Pandangan yang dikemukakan oleh Yesus bertolak belakang dengan pandangan duniawi ini. Baik dalam pengajaran maupun dalam hidup-Nya, Yesus menunjukkan bahwa kegembiraan yang sejati sering kali tersembunyi di balik kesusahan ita, dan bahwa tarian kehidupan dimulai dalam kesedihan. Ia berkata, “Kalau tidak mati, biji gandum tidak dapat menghasilkan …”. Kalau kita tidak kehilangan hidup kita, kita tidak dapat menemukannya; kalau Anak Manusia tidak mati, Ia tidak dapat mengutus Roh Kudus”. Kepada kedua murid yang merasa kecewa sesudah penderitaan dan kematian-Nya, Yesus berkata, “Hai kamu orang bodoh, betapa lambannya hatimu sehingga kamu tidak percaya segala sesuatu yang telah dikatakan para nabi! Bukankah Mesias harus menderita semuanya itu untuk masuk ke dalam kemuliaan-Nya?”.

Dalam sabda ini diwahyukan satu cara hidup yang sama sekali baru. Di dalamnya, pahitnya kehidupan dapat diterima, bukan karena kita ingin menderita tetapi karena kita percaya bahwa ada sesuatu yang baru yang akan lahir dari pahitnya kehidupan itu. Yesus menyebut pahitnya kehidupan itu dengan kata “sakit bersalin”. Ia berkata, “Seorang perempuan berduka cita pada saat ia melahirkan anak, tetapi sesudah ia melahirkan anaknya, ia tidak ingat lagi akan penderitaannya, karena kegembiraan bahwa seorang manusia telah dilahirkan ke dalam dunia”.

Salib telah menjadi lambang yang amat jelas dari pandangan baru ini. Salib adalah lambang kematian dan kehidupan, penderitaan dan kegembiraan, kekalahan dan kemenangan. Salib itulah yang menunjukkan jalan kepada kita.

*copas



No comments:

Post a Comment